Rabu, 16 November 2011

Mimpiku "Bagian ketiga"

di depan laptop dengan kaki satu tertekuk ke atas. jemari yang tak berhenti memencet tuts keyboard. ditemani suara hujan di luar, ditambah petir yang menggelegar. tak mau kalah dengan suara yang bergemuruh, HPku pun ikut berbunyi. bersenandung almatsurat, lalu berganti lagu mellow yang menambah gemilaunya malam ini, atau lebih tepatnya menambah sepi di tengah kegaduhan yang ada.

kalau boleh bercerita tentang mimpi. entahlah, kadang hujan punya caranya sendiri, bagaimana membuatku menulis, memasangkan abjad menjadi kata, lalu bersanding menjadi kalimat.

hujan masih tetap sama, tetap akan jatuh ke bawah, menjadi genangan. masa lalu pun begitu. akan tetap sama. jauh tertinggal, mengendap lalu mendekapmu dalam kenangan. aku mau tanya sesuatu, apakah ada hubungannya antara masa lalu, mimpi, dan masa depan? masa lalu adalah segenggam memori yang kadang tak bisa kita lupakan. mungkin ada kalanya ia menorehkan mimpi untuk masa depan. mungkin sekedar mencoba menjadi sebongkah asa, lalu mengeras, menjadi mimpi yang tak pernah tau batas.

di luar, hujan masih ada. sama seperti kenangan di sepanjang usia. aku kadang tak tau, harus bagaimana mengatakan bahwa mimpi kadang tak punya muara. bukan seperti air, bukan seperti genangan. bagiku mimpi tak ubahnya seperti angin. tak tau siapa yang berhak untuk disentuh, tak tau kapan harus terengkuh. tapi tetap saja kita harus yakin, mimpi itu akan membawa kita pada kesungguhan. pada tanggung jawab, sebagaimana angin mengajarkan kita bagaimana harus hati-hati pada kelembutan. ada kalanya kelembutan itu berbahaya, karena ketika kita tidak waspada, itulah yang akan menjatuhkan kita. berdamailah dengan mimpimu sendiri. bercerminlah, atau bisa juga bicaralah pada mimpimu. pantaskah dirimu mendapatkan mimpi itu.

di tengah hujan seperti ini, alangkah enaknya jika ditemani oleh secangkir susu hangat, dan sebatang coklat untuk penyemangat. belum lagi sebenarnya deadine tugas sudah menunggu untuk dijilat. tidak perlu heran, kadang mimpi juga membutuhkan pengorbanan lebih, bagaimana bisa mimpi yang biasa-biasa dijangkau oleh usaha yang hanya standar biasa saja? memang kita harus berlari lebih cepat, lebih lama sakit, dan lebih lama merasa bingung untuk memutuskan antara 'ya' dan 'tidak'

kadang aku merasa ingin sekali mimpiku diketahui oleh banyak orang. hei, lihat dan dengarlah..ini mimpiku. aku ingin meraih mimpi ini. tapi aku sadar mimpi tidak perlu beribu pernyataan, ia hanya perlu pembuktian. sebesar apa perjuangan kita mendapatkannya. sebagaimana sekarangpun aku sadari, menjangkau mimpi, kadang perlu juga mengevaluasi bagaimana langkah kaki melangkah, sejauh apa peluh menjadi tiket atas beribu lelah sehingga istirah bisa menjadi salah satu jeda yang harus kita bayar dengan sebuah kekosongan.

sekali lagi, mimpi tak perlu pernyataan yang terlalu banyak, apalagi harus membicarakan bagaimana ia kan dapat mendekatimu, meraih hatimu. cukup yakinkan saja, bahwasanya ketika azzam sudah di tangan, ketika mimpi sudah menjadi prasasti, dan ketika beribu asa sudah tersketsa rapi... cukup isi ia dengan segala keyakinan. yakinlah bahwa kau bisa meraihnya, tak peduli ribuan mata memandangmu begitu remeh, menghakimi sebelum mereka tau bahwa kau mampu.

mimpiku saat ini hanya satu, aku ingin sekali menjadi bagian ahli dzikir. ahli iqra'. dan seseorang yang selalu mengingat ayat cintaNya. ingin sekali kulantunkan Ar-rahman...

Duhai Dzat yang mendamaikan hati, kau ajari kami bagaimana memaknai hari...
Bimbing kami di jalanMu, ijinkan kami berpadu dalam bingkai rahmatMu. dalam kesucian, dalam kebeningan

Fa Bi ayyi aaaalaaaairabbikuma tukadzdzibaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar