Sabtu, 22 Oktober 2011

Catatan Tinta Sahabat "Ijinkan Aku Mencintaimu dalam Diam"

"Kadang hening adalah satu-satunya cara untuk lebih dekat pada bening"


Untukmu, jiwa yang selalu indah di hatiku. kusampaikan sebuah kata yang paling indah, untuk jiwa yang indah, "Semoga Allah selalu menjagamu dengan sebaik-baik penjagaan"

Untukmu, jiwa yang selalu menjaga hatiku. 



 Ketika jarak menjadi sebuah koma di antara kita, biarkan kecepatan dan waktu yang menyertainya. seperti rumus fisika. ketika dua hati bisa saling berpaut, mungkin kebahagiaan akan berlipat ganda. seperti kuadrat dalam rumus matematika. atau ketika dua jiwa sama-sama saling faham, kepercayaan akan selalu menyelam, oleh karenanya walau tiada kata yang terucap, hanya satu yang dapat engkau dan aku lihat. DIA. yang selalu menjaga kita. karenaNya tak akan pernah ada keraguan.

Untukmu, sebuah nama yang selalu ada dalam setiap doaku.
tak ada kata yang sanggup kuucap ketika Allah menyematkan sebuah cintaNya padaku untukmu. bagiku, diam adalah tindakan yang pantas kulakukan. karena berbincang dan bercinta denganNyapun kulewati dengan diam. lewat hening malam hingga kudapat menyentuh kebeningan.

karena itu...

Ijinkan aku mencintaimu dalam diam. dalam setiap kalam cinta yang tak pernah bisa kulukiskan. ijinkan aku menjaga hati, dengan diam. karena diam adalah bukti kecintaanku padamu. aku ingin memuliakan engkau, aku tidak akan mengajakmu menuruti nafsu syetan. dan aku tak akan pernah berusaha untuk menjadi cinta yang utama bagimu. karena cintaNya berada jauh di atas semua itu. aku dan engkau sama-sama mencintaiNya, bukan?

Untukmu, jiwa yang tak pernah lelah menyapaku lewat sujud-sujud denganNya
ingatkah engkau tentang kisah Fatimah dan Ali ?
yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan …
tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah
 
karena dalam diam itulah tersimpan kekuatan … kekuatan harapan …
hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cinta dalam diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata …
bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap padanya ?

Karena diam adalah caraku mencintaimu karenaNya, berharap hal itu lebih memelihara kesucian hatiku dan hatimu setelahnya…


Kutujukan untukmu, yang telah Allah pilihkan untukku
dan jika memang ‘cinta dalam diam’ itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata,
biarkan ia tetap diam …
jika engkau memang bukan milikku, Allah akan menghapus ‘cinta dalam diam’ itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat …seiring berlalunya waktu
biarkan ‘cinta dalam diam’ menjadi memori tersendiri dan sudut hati ini menjadi rahasia antara aku dengan Sang Pemilik hati …




Untukmu, jiwa yang kuharap akan selalu indah karena mencintaiNya

Aku belajar mencintaimu dalam diam
dengan keimanan
Berharap agar dapat menjaga rasa maluku dan memelihara kesucian hatimu
Ini lah caraku Mencintaimu karenaNya, diam dan tak pernah terucap 
hingga di ujung lidah yang lunak bahkan tak pernah terlukiskan 
oleh aktifitasku yang dapat engkau lihat

Berharap menjadi fatimah yang tak pernah sekalipun mengungkapkan
Dan membawamu menjadi Ali Bin Abi Thalib yang tak pernah sekalipun mengecewakan
apalagi menduakan


_Khalifa Rafa Azzahra_

Catatan Tinta Sahabat "Untukmu, Bundaku"

Kepada yang tercinta
Bundaku yang ku sayang


Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga. Shalawat serta salam, hamba yang lemah ini panjatkan keharibaan Nabi yang mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Amin…

Ibu… aku terima suratmu yang engkau tulis dengan tetesan air mata dan duka, dan aku telah membacanya, ya aku telah mengejanya kata demi kata… tidak ada satu huruf pun yang aku terlewatkan.

Tahukah engkau, wahai Ibu, bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya’ dan baru selesai membacanya setelah ayam berkokok, fajar telah terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan?! Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah, sekiranya diletakkan ke atas daun yang hijau tentu dia akan kering. Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak tersudu oleh itik dan tidak tertelan oleh ayam. Sebenarnyalah bahwa suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan… bagaikan awan kaum Tsamud yang datang berarak yang telah siap dimuntahkan kepadaku…

Ibu…
Aku baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti!! Bagaimana tidak, sekiranya surat itu ditulis oleh orang yang bukan ibu dan ditujukan pula bukan kepadaku, layaklah orang mempunyai hati yang keras ketika membaca surat itu menangis sejadi-jadinya. Bagaimana kiranya yang menulis itu adalah bunda dan surat itu ditujukan untuk diriku sendiri!!
Aku sering membaca kisah dan cerita sedih, tidak terasa bantal yang dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata, aku juga sering menangis melihat tangisnya anak yatim atau menitikkan air mata melihat sengsaranya hidup si miskin. Aku acap kali tersentuh dengan suasana yang haru dan keadaan yang memilukan, bahkan pada binatang sekalipun. Bagaimana pula dengan surat yang ibu tulis itu!? Ratapan yang bukan ibu karang atau sebuah drama yang ibu perankan?! Akan tetapi dia adalah sebuah kenyataan…

Bunda yang kusayangi…
Sungguh berat cobaanmu… sungguh malang penderitaanmu… semua yang engkau telah sebutkan benar adanya. Aku masih ingat ketika engkau ditinggal ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja, jadilah engkau mencari apa yang dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan. Dengan jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yang engkau ambil tersebut sebagai hutang dan hendaklah dicatat dulu. Hutang yang engkau sendiri tidak tahu kapan engkau akan dapat melunasinya.

Ibu… aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama engkau jemur dan keringkan, tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dengan segera. Atau aku masih ingat, engkau sengaja mengambilkan air didih dari nasi yang sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.

Ibu… maafkanlah anakmu ini, aku tahu bahwa semenjak engkau gadis sebagaimana yang diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua sekarang, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan. Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan anak-anakmu. Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu tidak ada kebahagiaan, hari-harimu adalah perjuangan. Semua hidupmu hanya pengorbanan.

Ibu…
Maafkan aku anakmu ini! Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yang telah engkau puji sifat dan akhlaknya, yang engkau telah sanjung pula suku dan negerinya!! Engkau katakan ketika itu padaku, “Ambilah ia sebagai istrimu, gadis yang pemalu yang pandai bergaul, cantik dan berakhlak mulia, punya hasab dan nasab!.”
Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa denganmu. Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku, senyuman dan sapaannya telah membuatku terlena dengan sapaan dan himbauanmu.

Ibu… aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena ia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri, terutama perhatiannya dalam berbakti kepadamu, sudah berapa kali ia memintaku untuk menyediakan waktu untuk menziarahimu. Hari yang lalu ia telah buatkan makanan buatmu, akan tetapi aku tidak punya waktu mengantarkannya, hingga makanan itu telah menjadi basi…
Aku berharap pada permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa namanya dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya. Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yang baik, istri yang telah berupaya banyak untuk kebahagiaan rumah tangganya.

Ibu…
Ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Sekali lagi maafkan aku! Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku.. anakmu ini!! Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang kualami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah dan perubahan jiwa ketika aku tidak hanya mengenal dirimu, tapi kini aku telah mengenal satu wanita lagi.
Ibu… perkawinanku membuatku masuk ke dunia baru, dunia yang selama ini tidak pernah kukenal, dunia yang hanya ada aku, istri dan anakku!! Bagaimana tidak, istri yang baik dan anak-anak yang lucu-lucu!! Maafkan aku Ibu… aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dengan keadaan orang lain, yang penting bagiku adalah keadaan mereka.

Ibu…
Maafkan aku, anakmu!! Aku telah lalai… aku telah lupa… aku telah menyia-nyiakanmu!! Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, dan anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya. Oleh sebab itu dilarang mencintai anak secara berlebihan dan anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya.
Itulah yang terjadi pada diriku, wahai Ibu!! Aku seperti orang linglung ketika melihat anakku sakit, aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare. Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu atau pada ayah!!

Ibu…
Sulit aku merasakan perasaanmu!! Kalaulah bukan karena bimbingan agama yang telah lama engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya!! Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayah, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.
Setelah suratmu datang, baru aku mengerti!! Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat yang engkau hadapi selama ini.

Sekarang baru aku mengerti, bahwa hari yang sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anaknya telah menikah dengan seorang wanita. Di matanya wanita yang telah mendampingi putranya itu adalah manusia yang paling beruntung.
Bagaimana tidak!! Dia dapatkan seorang laki-laki yang telah matang pribadi dan matang ekonomi dari seorang ibu yang telah letih membesarkannya. Dengan detak jantungnya ia peroleh kematangan jiwa dan dari uang ibu itu pula ia dapatkan kematangan ekonomi. Sekarang dengan ikhlas dia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungannya, kecuali hubungan dua wanita yang saling berebut perhatian seorang laik-laki. Laki-laki sebagai anak dari ibunya dan ia sebagai suami dari istrinya.

Ibuku sayang…
Maafkan aku Ibu!! Ampunkan diriku. Satu tetesan air matamu adalah lautan api bagiku. Janganlah engkau menangis lagi, jangan engkau berduka lagi!! Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka!! Aku takut Ibu… aku cemas dengan banyaknya dosaku kepada Allah sekarang bertambah pula dengan dosaku terhadapmu. Dengan apa aku ridho Allah, sekiranya engkau tidak meridhoiku. Apa gunanya semua kebaikan sekiranya di matamu aku tidak punya kebaikan!! Bukankah ridho Allah tergantung dengan ridhomu dan sebaliknya bukankah kemurkaan Allah tergantung dengan kemurkaanmu!! Tahukah engkau Ibu, seburuk-buruknya diriku, aku masih merasakan takut kepada murka Allah!! Apalah jadinya hidup jika hidup penuh dengan murka dan laknat serta jauh dari berkah dan nikmat.

Kalau akan murka itu pula yang aku peroleh, izinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, demi hanya untuk dapat menyeka air matamu! Kalau akan engkau pula murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yang aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau, mau engkau perbuat apa?!
Sungguh aku tidak mau masuk neraka! Seakalipun -wahai Bunda- aku memiliki kekuasaan seluas kekuasaan Firaun, mempunyai kekayaan sebanyak kekayaan Qarun dan mempunyai keahlian setinggi ilmu Haman. Pastikan wahai Bunda tidak akan aku tukar dengan kesengsaraan di akherat sekalipun sesaat. Siapa pula yang tahan dengan azab neraka, wahai Bunda!!

Ibu maafkan anakmu!! Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta’ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit!! Maka, ampun, wahai Ibu!! Aku angkat seluruh jemariku dan sebelas dengan kepala untuk mohon maaf kepadamu!! Kalaulah itu yang terjadi, do’a itu tersampaikan! Salah ucap pula lisanmu!! Apalah jadinya nanti diriku!! Tentu kebinasaan yang telak. Tentu diriku akan menjadi tunggul yang tumbang disambar petir, apalah gunanya kemegahan sekiranya engkau do’akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yang tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula!!
Kalaulah do’amu terucap atasku, wahai Ibu!! maka, tidak ada lagi gunanya hidup, tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan.

Ibu dalam sejarah anak manusia yang kubaca, tidak ada yang bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasib bagi yang terkena kutuk di akherat, tentu lebih sengsara.

Ibu… setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku. Suratmu akan kujadikan “jimat” dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali, tiap kali aku lengah darimu akan kutalqin diriku dengannya. Akan kusimpan dalam lubuk hatiku sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku. Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai dalam berbakti, lalu sadar dan kembali kepada kebenaran, ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yang seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.

Tua… siapa yang tidak mengalami ketuaan, wahai Bunda!! Badanku yang saat ini tegap, rambutku hitam, kulitku kencang, akan datang suatu masa badan yang tegap itu akan ringkih dimakan usia, rambut yang hitam akan dipenuhi uban ditelan oleh masa dan kulit yang kencang itu akan menjadi keriput ditelan oleh zaman.
Burung elang yang terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yang tinggi, suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar dan diperebutkan oleh burung kecil lainnya. Singa si raja hutan yang selalu memangsa, jika telah tiba tuanya, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal baik atau amal buruk yang akan dipertanggungjawabkan.

Ibu, do’akan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu di masa banyak anak yang durhaka kepada orang tuanya. Angkatlah ke langit munajatmu untukku agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akherat.

Ibu… sesampainya suratku ini, insya Allah, tidak akan ada lagi air mata yang jatuh karena ulah anakmu, setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu, bahagiamu adalah bahagiaku, kesedihanmu adalah kesedihanku, tawamu adalah tawaku dan tangismu adalah tangisku. Aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap aku dapat membahagiakanmu selama mataku masih berkedip.
Bahagiakanlah dirimu… buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum!! Ini kami, aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu, mencium tanganmu.
Salam hangat dari anakmu.

Sumber: Diketik ulang dari buku ‘Kutitip Surat Ini Untukmu’ karya Ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullah

 




“Dan Rabbmu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al Israa’ 23)

Catatan Tinta Sahabat "Kutitip Surat ini Untukmu, Anakku"

Assalaamu’alaikumwarahmatullah,

Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…

Wahai anakku, Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka… Wahai anakku! Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.

Wahai anakku… 25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi… Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itusemua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu. Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku. Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan. Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air ke kerongkonganku.

Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku! Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu. Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu. Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku. Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang. Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya. Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu. Dan Ibu memohon kepadamu, Nak! Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!! Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi. Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti. Sekiranya engakau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!? Mana balasan baikmu! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman, “Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!” (QS. Ar Rahman: 60) Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu? Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantumu . Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku! Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik. Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain. Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi. Anakku… Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!

Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits : “Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!” (HR. Ahmad)
Anakku, aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah. Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya”, aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua”, dan aku berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun ‘alaih)

Wahai anakku!! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas. Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya? Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya : “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”, dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)

Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada dokter yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku. Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu. Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.
Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin
merobeknya.

Wassalam,

Ibumu

Ditulis Ulang Dari Buku Kutitip Surat Untukmu Karya Ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullah

Selasa, 18 Oktober 2011

Kepada yang menamai hari

Kepada pagi yang berjingkat dari mimpi
ijinkan aku melihat mentari
sekali lagi
menatap raut muka mentari kusut, ditiduri kalut
malam yang beranjak masih menyisakan jejak
sepenggal episode enggan tinggal
aku masih merangkai harapan, mungkin kelak
akan ada yang tinggal
hingga kekal mengecup landai kesetiaan


Kepada siang yang memusnahkan bayangan
ijinkan aku mengenyahkan kenangan
sebagaimana senja yang mengikis habis bayangan
ajari aku menerka, apa lagi yang kan tiada
selepas mentari menuntaskan titahnya
ijinkan peluh ini luruh, menuai bening keikhlasan pada buluhbuluh penghambaan


Kepada malam yang mengendap dalam gelap
ijinkan aku mengeja patah demi patah ratap hari
sebenarbenar kata tak sudi ku mengiba, mengadukan kata lelah lewat putus asa
tapi entah, ada yang pelan merambat
lalu dingin melumat semangat
ada yang diam lagi lirih menyisakan perih
aku tersedu, ruparupanya demam enggan berlalu
aku menggumam, malammalamku dipenuhi igauan kelam
sakit


_Khalifa Rafa Azzahra_
The spirit of java, 18102011, 21.57











Aksi-Reaksi "Bagian Kesembilan"


Sebagaimana mendung yang menjadi pertanda atas gugurnya hujan, seperti itulah kiranya tanda-tanda kehidupan mulai dipetakan. pada satu alamat. pada beribu nama yang mulai mencari tempat. sekedar istirah maupun ziarah, begitulah langkah demi langkah kaki membuat jejak, menuliskan hikayat atas perjalanan hidup pada sebuah sajadah panjang. tempat dahi beradu sejenak, menuliskan segala amal dari sekian banyak doa yang kadang lupa kita hafal.


Cukup dengan satu tanda saja, tanpa kata, makna akan tersampaikan. seperti sebuah perjalanan yang sering kita lewati. pada aspal-aspal yang garang, dimana tempat asap dan peluh bercinta. mengucap sekian ratus lelah yang telah kita kumpulkan pada sebidang tanah. ah, itulah tanda. sebuah sebab terbitnya perlakuan kita dan menjadi akibat sesudahnya. Singkatnya, hanya perlu warna-warna untuk mengungkapkan sesuatu. seperti langit yang selalu mengajari kita bagaimana meluapkan airmata. cukup mendung yang bicara, lalu sekejap mata, langit yang mengandung pun akhirnya mengeluarkan tangisnya. tak perlulah airmata itu dibalas dengan keluhan apalagi sebuah kekesalan. ia adalah rizki tersendiri bagi sebagian insan. 

kembali kepada warna. yang sering kita lihat adalah warna dalam sebuah perjalanan. tak perlu berkoar apalagi sampai mengeluarkan emosi jika hanya menginginkan sebuah jeda dalam perjalanan ini. cukup warna merah sebagai pertandanya. dan tidak perlu gertakan jika menginginkan seseorang berjalan lagi, menuruti semua skenario dalam alur kehidupan. cukup warna hijau untuk memerintahkannya. mudah bukan? intinya sesuatu yang mudah seharusnya dibuat mudah. jika ada yang lebih mudah dan sederhana dalam mengungkapkan sesuatu mengapa harus dipersusah? jika menginginkan reaksi yang sederhana, lakukanlah aksi yang sederhana pula. tak perlu kiranya kita harus berlebihan dalam menyampaikan sesuatu hal, jika dengan kesederhanaan saja makna dan keinginan kita sudah tersalurkan. 


ada saat-saat dimana diam, dan memberi isyarat itu lebih meyakinkan. daripada harus berteriak lantang, menyuruh, mempertegas seluruh peringatan dalam bingkai kekerasan. segala sesuatu bisa selesai dengan kelembutan. yakin saja, batu yang keras pun bisa kikis karena setitik air yang terus menerus dirintikkan. bukankah gerimis itu akan terlihat lebih manis daripada badai dan petir yang menggetarkan?


_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai yang Maha Lembut, lembutkan hati kami. Ajari kami untuk senantiasa bertutur kata lembut. Tanpa menyakiti orang lain. Berikan kami kesempatan untuk mempergunakan lisan ini dengan sebaik-baiknya. Ya Rabb, Engkaulah yang Maha Menunjukkan segala Pertanda, ijinkan kami untuk lebih peka dalam 'membaca' setiap isyaratMu, dalam derit mimpi yang kadang begitu sulit kami untuk menerka.



Senin, 17 Oktober 2011

Aksi-Reaksi "Bagian Kedelapan"

Jika alur hidup bisa mengalir tanpa redup, dapatkah tanpa kutebak sinarmu memasuki hilir dan relungku ? mencapai cinta pada muaraNya di barisan para pencinta yang bersujud walau kadang abjad ini tak mampu berwujud


Tidak perlu ada jawab jika sekiranya sudah jelas apa yang tidak terungkap. Tidak perlu juga kiranya ada pertanyaan jika yang diperlukan sudah menjadi sebuah pernyataan. bukankah dalam sebuah penghambaan tidak perlu kita mempertanyakan? siapa yang berhak kita cinta dan siapa yang berhak mendapatkan cinta sejati kita. Selayaknya tidak perlu pengingkaran akan adanya sebuah wujud yang kadang kita sendiri tak mampu untuk merasakannya. Kadang ketiadaan itu mampu menghilangkan perasaan keraguan, bahwasanya keberadaanNya di setiap hari-hari kita mampu membuat kita mengalir, senantiasa mengikuti hilir kemana arah alur suatu kehidupan. 

Itulah aksi yang ingin dilukiskanNya, melalui sebuah kecintaan yang kadang kita sendiri tak mampu menerjemahkanNya. Tidak semua hal dalam hidup ini bisa dilukiskan, bukan? begitu pula dengan perasaan, mahabbah ilallah yang diikuti dengan kefahiman tak akan menimbulkan keraguan apalagi sebuah kebohongan. Kebohongan bahwa selain Illah yang melalui lafal kita dalam rukuk, sujud, dan setiap kali kita melangkah, ternyata ada sebuah nama yang kadang kita sendiri lebih rajin mengingatnya. Lebih hafal mengejanya. Bukankah Dia, yang mempunyai segalanya dapat membolak-balikkan sebuah rencana. Setidaknya kita telah berusaha, itulah ikhtiar yang merupakan reaksi dari sebuah skenario keMahaanNya.

Kebaikan akan berujung dengan kebaikan pula. Yakinlah akan hal itu. Walaupun pada tengah perjalanannya ia harus bertemu dengan kepahitan. Hidup takkan jadi sempurna jika kita tidak merasakan ketidaksempurnaan yang menunjukkan jalan bagaimana menuju kesempurnaan. Kita memang tidak sempurna, tapi melalui mahabbah dan taqarrub illallah, kesempurnaan itu akan menjelma dalam proses kita menuju penghambaan sejati. Meraih cinta Allah yang hakiki. 

_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai Dzat yang Maha Kasih, Ajari kami sekali lagi bagaimana mengeja sembilan puluh sembilan asmaMu. agar tiada lagi alpa yang menyapa. Agar Engkau selalu menjelma dalam denyut nadi, berdetak mengairi kebekuan, lantas memberikan muthmainnah fii kalbun. Sinari hati kami, Ya Rabb, dengan sinar yang tak ada lagi redup sesudahnya. Ajari kami untuk tetap teguh di jalanMu. istiqamah menujuMu.




Jumat, 14 Oktober 2011

Malam "Part 3"

dalam malam

aku semakin larut                       menghempas                             segala penat yang hanyut

tanpa batas


dalam malam

kutepis kalut                                     meretas                                asa tiada hingga


dalam malam

aku tiada





_KRA_
kota seribu jiwa, 20.40 14102011








Malam "Part 2"

Aku mulai benci

berdiam mematung menanti sepi redam sendiri


Aku mulai jenuh

berhenti melarung menikam peluh luruh sendiri



kukoyak malam, tak kudapat jawaban...!

sudah...sudahi saja semua sampai disini...!

malam terlampau lama mendekap engkau dalam diam




_Khalifa Rafa Azzahra_
Surakarta 19.49 14102011

Kamis, 13 Oktober 2011

Pagi

Sebab pagi

selalu mengajariku menjemput mimpi

                                                                         Sebab pagi

                                                                         membuatku mengingat lagi

                                                                         bahwa mentari masih menyinari




_Khalifa Rafa Azzahra_
Sehat sehat sehat sehat sehat
Stay Healthy, rafa....
Surakarta, 07.26 14102011

Malam

MALAM

Ijinkan aku
                                        menulis tentangmu


                                                                                                            malam


dalam lembar waktu, seikat doaku, dan segenggam rindu


Tuhan...aku ingin pulang, mengecup cinta dalamdalam


_Khalifa Rafa Azzahra_

Surakarta, 20.16, 13102011

 PUALAM

Kelak aku rela tenggelam


Menyelam dalam tenangnya jiwamu

Menjadi pualam untukmu

                                               lantas aku tak akan pernah beranjak


                                              sebab janjimu telah lama tinggal, sebelum terucap akad kekal


         
kelak, tak akan ada yang harus kuselami


selain namamu


kelak, ku kan jadi pualam untukmu



_Khalifa Rafa Azzahra_
Surakarta 20.43 13102011




BULAN


Sekalipun tak utuh


Bulan selalu membuatku jatuh


Luruh pada baitbait cahaya yang membuatku berpulang pada satu nama


_Khalifa Rafa Azzahra_
Surakarta, 20.47 13102011




BINTANG 


Aku tetap masih ingat 


pada yang berkerlip, menatap, tak hentinya berharap


semoga tetap ada kunang yang rindu terbang, merelakan cahaya menjadi sebuah peta atas segala alamat 

_Khalifa Rafa Azzahra_
Surakarta, 20.49 13102011




LANGIT


Tetap saja ada yang harus kita lapangkan


Selain dada kita, 


                          kusebut ia debar dalam diam, getar dalam nada,


                          ia menjadi langit, yang menaungi seluruh rasa


                          menjadi altar saat kau ucapkan nyata


"Aku dan Kau, menjadi satu, mengucap rindu"




_Khalifa Rafa Azzahra_
20.52 13102011 Surakarta










Tinta

Aksara

Pena

Segala Kata



Kumohon, Menarilah saat ini juga




*saat debar menjadi debur riuh dalam setiap getar





 




                                                   

Aksi-Reaksi "Bagian Ketujuh"

Ia tak suka beranjak
sekali membuat jejak
ia akan tetap bergerak
di sini
di dalam setiap otak
mengitari seluruh memori
menjadi kenangan dalam almanak


Terkadang kita tak perlu mengatakan kita mengingat seseorang lalu kita ucapkan kepadanya, "Hei..aku sedang mengingatmu, tiba-tiba saja aku mengingatmu. dan saat itulah aku merindukanmu." Sebagian orang memilih untuk mengucapkannya, tapi sebagian yang lain memilih untuk tetap memendamnya. sampai waktunya tiba untuk mengatakan,"dalam setiap hari-hariku aku selalu mengingatmu, merindukanmu. taukah kamu hal itu?"

Dan akibat dari seluruh kenangan yang kadang menyisakan genangan salah satunya adalah ketiadaan amnesia. ya, kita tak akan pernah bisa lupa akan kenangan itu. semanis ataupun sepahit apapun kenangan itu. yang ada hanyalah rasa penyesalan atau kadang kerinduan. itulah sebab awal dari akibat yang ditimbulkan. manisnya kenangan akan membuahkan kerinduan, sedangkan pahitnya kenangan akan menimbulkan penyesalan. Tidak lantas kita terus menerus berada dalam masa lalu. sekali-kali tidak. tidak ada orang yang hidup di masa lalu. kita harus tetap bergerak. menuju masa depan yang kita tak akan pernah tau kapan akan berhenti. Meskipun begitu, aksi yang harus kita lakukan haruslah dapat menggapain reaksi yang akan kita harapkan. 

Maksud dari tulisan di atas, apa yang akan kita tanam, itulah yang akan kita petik nanti. meskipun itu kenangan sebuah penyesalan. ataupun kenangan manis dan indah persahabatan. seyogyanya ada waktu tersendiri untuk menundukkan kepala sejenak, bermuhasabah atas segala kejadian yang menimpa diri. semoga aksi yang kita lakukan, sepadan dengan reaksi yang akan datang. Intinya jika engkau ingin mendapatkan hasil yang baik, bukankah harus memulainya dengan kebaikan pula?


_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai Yang Maha Mengingat setiap kesalahan, ampuni setiap kekhilafan diri kami. berikan kami kesempatan untuk senantiasa memperbaiki diri. semoga di setiap langkah yang kami lalui selalu atas ridhoMu, selalu bertawakkal kepadaMu. Ampuni diri kami, ya Rabb...atas segala keangkuhan diri. yakinkan kami, bahwa kenangan-kenangan itu adalah proses pembelajaran kami agar lebih dewasa dalam memaknai hidup dan realita yang ada.


Rabu, 12 Oktober 2011

Aksi-Reaksi "Bagian Keenam"

Lihat aku saja. Hanya aku. Hanya aku yang kau lihat
Karena disini aku hanya melihatmu

Allah selalu menciptakan sesuatu karena sebab. mengapa Hawa diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri adam. selain sebab, pasti akan ada akibat setelahnya. itulah mengapa hawa, sekaligus sebagai pencerminan kaum wanita selalu terlihat lemah. Ia seperti tulang rusuk sebelah kiri, dekat di hati. jangan pernah berbuat kasar kepada wanita. karena walau bagaimanapun, ia adalah kaum yang lembut hatinya, halus perasaannya. 

Kebencian tidak bisa dibalas dengan kebencian. banyak hal di dunia ini yang tidak bisa selesai dengan makian. kadang, ketika kita diam, berusaha untuk sabar, justru itulah yang akan mencairkan kebekuan. begitu juga Allah membuat manusia berpasang-pasangan. seperti kutub dalam magnet. antara utara dan selatan akan terjadi tarik menarik. berbeda jika kutub utara dengan utara didekatkan. mungkin analogi itu bisa dianalogikan pada manusia. manusia yang tercipta dan berjodoh dengan pasangannya. Ada yang bilang, jodoh itu saling melengkapi. ada aksi dan ada reaksi. ada yang suka mendengar, ada yang suka berbicara. tidak akan dapat menyatu jika dua hati sama-sama ingin diperhatikan, tidak akan menyatu jika dua hati sama-sama keras kepala. dan tidak akan bisa menyatu jika dua hati tidak pernah saling percaya. 

Ada kata

Ada cerita

Tentang kita

Tentang rasa

Tentang untaian kata di balik cahaya

Ada sepasang mata

mata indahmu, yang melihat ribuan aksaraku


_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai yang Maha Menguatkan, kuatkanlah ikatan kami. sebagaimana engkau menguatkan orang-orang yang mencintai karenaMu. dan ikatkanlah kami, dalam ikatan suci menuju sunnah Nabi
















Selasa, 11 Oktober 2011

Aksi-Reaksi "Bagian Kelima"

di dadamu, bermuara segala debar. di bibirmu, tak henti getir bergetar
semua yang hadir akan berpulang, semua yang pergi akan datang
barangkali, tiaptiap syair adalah penjelmaan suara yang tak pernah menjelma menjadi ucap kata


Aku seringkali menulis tentang segala sesuatu yang hadir dan berpulang. bahwasanya yang hadir pasti kan berpulang. sebelum semuanya mengecup takdzim seluruh dzikir. kiranya ada yang terbit yang acap kali sering disapa dengan getir. getir atau lebih tepatnya kita sebut dengan kekhawatiran adalah sebuah simfoni rasa yang akan hadir jika kita mempunyai perhatian yang lebih kepada seseorang yang kita khawatirkan.



itulah sebab asal mulanya getir mengucap. karena sebuah rasa peduli yang seharusnya tanggap melihat situasi dan kondisi yang mengkhawatirkan dari yang "terkasih". selebihnya hanya ada doa yang mengalir. tak perlu khawatir akan segala sesuatu, karena awal mula sebab akibat dan aksi reaksi ini sebenarnya sudah terungkap dalam sebuah hikayat yang menjadi sabda bagi seluruh hambaNya.kita,sebagai hamba, hanya patut untuk senantiasa belajar. tentang adalahnya mula,dan tentang adanya akhir...

_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai Rabbku,yang memahami setiap hati,yang mengetahui siapa yang peduli.
Lindungi ia, dan berikanlah kesehatan kepadanya..orang-orang yang tercinta. karena semangatnya adalah semangatku.karena senyumnya adalah senyumku

Senin, 10 Oktober 2011

---tentang seseorang--- (Bagian kedua)

masih tentang dia. dia yang tidak perlu dikenal siapa. tak perlu juga dikenang tentangnya. dia yang selalu menulis kata-kata. mengurai selalu makna. dan dia, yang kata-katanya kadang digunakan oleh orang yang memanfaatkannya.

dia yang sekarang sedang berusaha memaafkan. lebih tepatnya memaafkan dirinya sendiri. atas segala kesalahan yang telah diperbuatnya di masa lalu. kesalahan yang memang wajar akan dilakukan oleh setiap orang, kesalahan yang manusiawi, pembuktian bahwa ia juga manusia_sekuatkuatnya imannya, ia tetap manusia yang penuh dengan kekhilafan. ia sedang ingin berdamai dengan dirinya sendiri. namun, sayangnya ia sedang tidak ingin diketahui. lebih tepatnya ia ingin menghilang. karena kadang perhatian manusia begitu melenakan. karena terkadang, perhatian manusia itu melemahkan. membuat diri tak bisa lagi menjadi pribadi yang tangguh. karena merasa telah ada yang akan menguatkan...


masih tentang dia. dia yang kata sebagian orang, termasuk perempuan yang romantis. perempuan yang bersuara lembut. ketika dia menyanyi, ataupun memperdengarkan tilawahnya, bisa membuat degup jantung siapapun berlari menuju Ilahi. dia yang selalu menundukkan pandangannya. dia yang tidak pernah sekalipun menyentuh lelaki. dia yang sampai saat ini kulihat masih sendiri. entah siapa yang ditunggunya. kadang aku lebih suka melihatnya diam. karena kadang, dia suka menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. memang dia tak suka mengungkapkan. dia lebih suka menulis sesuatu, yang entah sesuai dengan hatinya atau tidak. tapi, dia biasanya menulis cerita tentang para sahabat-sahabatnya. berusaha masuk dalam wilayah yang berbeda. turut berempati.


dia yang sampai saat ini masih belajar untuk memperbaiki diri. dia yang kukenal sangat tangguh. entahlah, mungkin dia punya kekuatan yang lebih untuk melakukan hal-hal yang kukira 'luar biasa'. dia suka mengendarai motor. menurutku kesukaannya menaiki motor karena itu adalah kebutuhan. tapi entahlah sekarang mungkin menjadi kegemaran. setiap hari kulihat ia pasti menaiki motornya. kemanapun dia pergi, 've' nama motornya, selalu ia bawa.

oia, dia selalu berusaha untuk melakukan pekerjaannya dengan sempurna. tanpa mengecewakan orang lain. pernah suatu kali, gara-gara dia harus mengambil bukti pembayaran nasabah, dia harus pulang dari solo menuju lasem naik motor. di rumah hanya numpang tidur. setelah itu keesokan harinya dia langsung balik lagi ke solo. bagi sebagian orang mengendarai motor dengan jarak sejauh itu adalah hal yang luar biasa. tapi menurutnya mungkin itu adalah hal yang biasa. hal yang luar biasa menurutku adalah, ia selalu bersikap tangguh, menghindari sifat mengeluh. paling-paling kalau dia sedang kelelahan dia hanya diam. mengunci diri di kamar. sampai tertidur karena kelelahan.

oia, aktivitasnya di pagi hari, siang hari dan sore hari selalu ia bagi-bagi. antara mengajar, menjadi pegawai di sebuah perusahaan swasta, dan ngelesin murid. aku pernah bertanya kepadanya, untuk apa dia melakukan semuanya itu. bukankah itu akan membuatnya capek, lalu dia akan gampang sakit. tapi dia menjawab bahwa baginya, kesibukan itu adalah tanda bahwa produktivitas mulai datang, karena terkadang waktu luang itu begitu melenakan.


kesibukan dan dirinya, adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. dia menginginkan segala aktivitasnya bermanfaat bagi orang lain. tapi yang kurang aku sukai dari dia adalah..dia adalah pribadi yang gampang khawatir, gampang memikirkan sesuatu hal..karena itulah dia sedikit sensitif. suka memikirkan sesuatu hal yang aneh-aneh, mungkin seharusnya dia ikut terapi berpikir positif mungkin ya?


oia, masalah ibadah, dia merupakan pribadi pembelajar. memang tidak seperti orang kebanyakan. yang religius sekali karena didikan pesantren atau pondok. dia hanya didikan keluarga yang agamis. dulu, dia pernah sekolah di madrasah an-nashriyah.hanya sekolah siang. setelah dia sekolah umum di pagi hari. hanya itu saja. tapi jika melihat penampilan fisiknya, pasti orang-orang mengira dia lulusan pesantren.


dia bingung dengan orang kebanyakan. mengapa agama harus diajarkan sedemikian rupa. seharusnya pendidikan yang paling utama itu adalah dalam keluarga. keluarga adalah pondasi utama pembentukan karakter pribadi seseorang. hhmm...tapi, yasudahlah, memang setiap orang berbeda.



menulis adalah hal yang disukainya selain memasak. karena itulah dia sekarang menulis...


tentang dia


                             tentang seseorang ..........    dan



                                                                        tentang dunia




_Khalifa Rafa Azzahra_

Minggu, 09 Oktober 2011

---tentang seseorang---

kan kuceritakan tentang seseorang. seseorang yang dekat dalam hidupku. ia seorang perempuan. perempuan yang punya semangat tinggi untuk membahagiakan orang di sekitarnya. perempuan yang tidak mudah menyerah. perempuan yang supel, rajin, dan suka menolong sesama.

ia berasal dari keluarga yang sangat bahagia. baginya keluarga adalah segalanya. ada umi yang selalu siap di saat ia ingin curhat, ada abi yang senantiasa mendampingi di saat ia membutuhkan. umi, abi, dan adik-adiknya. ia tinggal di sebuah kota kecil di jawa tengah. dulu, ia merupakan orang yang sedikit pendiam. hanya orang-orang tertentu yang benar-benar mengenal sifatnya. sifat yang sedikit sensitif_perasa_peka, dan pemikir. mungkin itu salah satu kelemahannya, ia suka memikirkan apa yang dikatakan orang terhadapnya. sampai-sampai ia tak punya cukup waktu untuk bercerita selain pada selembar kertas. ia rajin bicara dengan selembar kertas. jangan berpikir ia gila, tidak. ia tidak gila. ia hanya sedikit ingin berbagi, tapi tidak ingin dikhianati. jadilah buku adalah sahabat terbaik yang pernah ada dalam hidupnya.

kehidupannya di rumah berlangsung seperti orang-orang kebanyakan. waktu sekolah, yang ia lakukan adalah belajar, kadang bermain bersama teman. tapi ia bukan pribadi yang senang keluar dan bermain bersama teman. hanya sesekali saja, ketika itu memang diperlukan. baginya bermain itu kurang begitu menguntungkan. jadi, ia banyak menghabiskan waktunya untuk belajar.


bicara tentang prestasi. sewaktu SD cawu 1 ia mendapat rangking 14. fantastis bukan? setelah itu, rangkingnya hanya berpindah dari rangking 3 ke 2 atau 2 ke 3. sampai dia kelas 6. entahlah, juara 1 sangat sulit didapatkannya. memang manusia tidak ada yang sempurna bukan? yang penting dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan yang terbaik.

waktu SMP, ia lalui dengan banyak pengorbanan dan perjuangan. ia harus latihan untuk pulang pergi naik bis. berangkat sekolah jam 6 kurang, adalah waktu yang sangat biasa baginya. SMP baginya kurang begitu berkesan. ia sosok yang pendiam, mungkin karena masa itu baginya merupakan masa pencarian jati diri yang sebenarnya.

ngomong-ngomong masalah keuangan, dari SD ia sudah terbiasa untuk mengelola uangnya sendiri. karena dari SD ia sudah diberikan uang bulanan, jadi bukan uang harian. dan yang perlu kalian tau, ia tidak pernah meminta lebih kepada orang tuanya. ia dikenal sebagai pribadi yang nerima, qanaah atas segala sesuatu yang sudah orang lain berikan kepadanya. tidak banyak protes. mungkin juga karena ia adalah anak yang pertama.


dari SMP ia mulai menulis. menulis dimana saja, di buku catatan, di buku harian, di manapun itu.

ia juga pernah minder, merasa tidak percaya diri atas dirinya sendiri. mungkin karena begitu banyak kelemahan yang ia punya. terlebih tentang fisiknya. entah kenapa ia sering minder, merasa kurang pede, dan bahkan cenderung untuk memendam masalahnya sendiri.

waktu SMA ia mulai bangkit, memperbaiki kesalahan waktu SMP. sifatnya yang buruk banyak yang berubah. ia mulai supel. punya banyak teman, dan yaaah...ada cerita yang indah waktu SMA dengan temannya. biasa, cerita tentang persahabatan. ia mempunyai sahabat SMA yang banyak.

baginya waktu adalah selintasan kesempatan yang dapat dilakukan. baginya kunci sukses adalah pertemuan antara kesempatan dan kesiapan. karena itulah ia lebih banyak bermuhasabah selepas ia lulus SMA.
waktu kuliah adalah waktu yang sangat berbeda. ia dituntut untuk lebih banyak mandiri. ia dilepas oleh orang tuanya. nun jauh disana, jauh dari kampung halaman. hanya satu inginnya, ia ingin membuktikan ke orang tuanya bawa ia mampu untuk sukses. ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa hidup tak bisa bergantung pada orang lain. hidup harus dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri.


ia sering menulis mimpi-mimpinya, pada selembar kertas. mimpi-mimpi yang perlahan, entah ia sadari atau tidak, terwujud satu per satu.



dan hari ini, ia kembali menulis mimpi...


tentang ia, tentang seseorang dan tentang dunia.....


091011




_Khalifa Rafa Azzahra_

Mengulang kembali tanggal dan bulan yang sama

Rabu, 05 Oktober 2011

Aksi-Reaksi "Bagian Keempat"



Takkan ada yang bisa kita dapatkan jika kita Diam. Diam hanya menjadi penutup keterbukaan. Diam berarti kita lebih suka untuk menunggu, menanti seseorang bicara lalu membuat pernyataan atau pertanyaan dan memutuskan sesuatu. Diam takkan bisa menggerakkan seseorang. Diam bagiku sia-sia, hanya menjadi koma, jeda dari sebuah perjalanan yang panjang.


Jika saja semua orang tau jika diam akan mendekatkan dirinya menuju keterpurukan, takkan ada di dunia ini yang menyukai Diam. memang ada kalanya diam itu membawa ketenangan, menimbulkan esensi sendiri bagi jiwa yang kesepian. Tapi diam akan semakin membuat tekanan kelam enggan beranjak.


Bergeraklah, Berbuatlah yang terbaik untuk orang-orang tercinta. Karena perubahan itu selalu diawali dengan perbuatan, dan sesungguhnya diam tidak akan bisa mengubah sesuatu. Melainkan membuat pertanyaan. membuat keraguan.

Ketika kita bergerak, orang-orang akan tau kualitas kita. ketika kita diam, orang-orang akan menganggap kita tak ada bedanya dengan benda mati. takkan bergerak jika tak disentuh, jika tak diberi dorongan.


Masihkah kalian suka dengan diam, jika ternyata bicara yang baik itu lebih mengasikkan?


_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai yang Maha Pengasih, kasihilah orang-orang terkasih. yang dengan kesabarannya ia menggerakkanku untuk mendekat padaMu
Yang dengan perhatiannya selalu dapat menyadarkanku akan pentingnya Engkau
Yang dengan kasih sayangnya selalu meyakinkanku bahwa Engkau ada diantara kami, mengasihi dan menjaga kami. 
Sayangilah dia ya Rabb, sayangilah mereka, orang-orang yang kucinta. karena cinta merekalah yang menggerakkanku untuk mendekat padaMu.






.

Selasa, 04 Oktober 2011

Aksi-Reaksi "Bagian Ketiga"

Sebagaimana keinginan bisa dipuaskan oleh mendapatkan. Seperti itu juga mungkin tindakan dan pernyataan yang dilengkapi dengan penghargaan. Lebih jelasnya seperti ini. Penghargaan akan timbul jika kita dapat menunjukkan kapabilitas diri kita. Ketika kita menghargai diri sendiri dengan benar, kita akan mampu untuk menghargai orang lain, menghargai sebuah hubungan hablumminannas. 


Penghargaan juga akan diiringi dengan kekecewaan jika apa yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Aksi-reaksi seperti sebuah siklus bukan? ada kalanya di bawah, ada juga kalanya di atas. ada kalanya kita dihargai, ada kalanya kita dicaci. Manusia yang bijaksana adalah manusia yang bisa menempatkan dirinya, menghargai dirinya bagaimana menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya. sesuai dengan takarannya. karena apapun yang berlebihan itu tidak baik. apapun yang tidak sesuai dan tidak dianjurkan tapi kita laksanakan adalah kedzaliman.




Dimanapun kita berada, mari menghargai diri kita sendiri. dengan selalu bersikap bijaksana pada apapun di sekitar kita. Meski tak ada manusia yang melihat, Ingatlah Allah senantiasa menatap kita. Mengingatnya di setiap aktivitas kita adalah salah satu cara penguatan diri dan penghindaran diri dari segala dosa. Jika kita mampu menghargai diri sendiri, Allah akan mempunyai cara untuk membalas hal itu. Meski dengan penghargaan ataupun dengan ujian yang lain. Masih tidak mau menghargai? coba saja beli cermin, pandang diri anda, seberapa pantas anda dihargai orang lain jika anda tidak mau menghargai yang lain?


_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai yang Maha Menjaga, Engkau tau siapa yang pantas mendapatkan segala penghargaan dari diri ini
Engkau yang tau siapa dia yang sebegitu menjaga hatinya, jagalah ia ya Allah, seperti ia menjaga hatinya untukMu, untuk insan yang membuatnya lebih dekat denganMu
Engkaulah yang pantas untuk menghargai ya Rabbi, tatkala penghargaan dari manusia hanya semu dan pengharapan yang basi

Aksi-Reaksi "Bagian Kedua"

Adakah yang lebih menyedihkan dari sebuah kehilangan? jika memang ada coba engkau berikan jawabannya kepadaku. Adakah yang lebih menyakitkan dari sebuah pengkhianatan? jika memang ada coba engkau tuliskan jawabannya kepadaku. 

Lalu, apakah sebab dari akibat-akibat itu? adakah yang menimbulkan kondisi itu terjadi? mungkin sikap kita? atau mungkin pemikiran kita? kurang dewasanya kita menilai sesuatu hal. entah, kadang ada sesuatu hal yang diberikan tidak seperti yang kita inginkan. tapi itulah yang harus kita pelajari. Bukankah setiap pertemuan itu akan ada perpisahan? Tak peduli bagaimana caraNya mengatur perpisahan itu. entah dari sebuah kehilangan, pengkhianatan, ketidakpedulian, sampai kepada kebohongan. Yang jelas, muara yang menyebabkan kita sampai kepadanya itulah sarana pembelajaran kita.

Kadang ada ribuan pertanyaan dari dalam hatiku sendiri. meski dalam diam pertanyaan itu mengalami 'ada' lalu 'tiada'. kadang terjawab, kadang tertunda. bukankah terkadang Dia tau kapan jawaban itu mampu kita baca? Aksi-Reaksi itu adalah sebagian dari hal di sekitar kita. Entah kita mampu merasakan, memahami, lalu meyakininya atau tidak. Yang jelas, kedewasaan selalu dibutuhkan untuk menemui setiap jawaban. Sepahit apapun itu. 



_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai yang Maha Mendengar, sesungguhnya Engkau mendengar apa-apa yang belum sempat aku ucapkan
Sesungguhnya Engkau mendengar apa-apa yang tersimpan, tak sempat terlontar
Berikan kekuatan hati untuk menerima apapun dariMu, Ya Rabb...sepahit apapun itu
Yakinkan hatiku bahwa tak ada kekuatan yang mampu menguatkan aku selain Engkau
Sesungguhnya Engkau mengetahui, bahwa setiap kehilangan akan mendekatkan kita menuju 'mendapatkan'
Berkahi 'kami' ya Allah...dalam menuju jalanMu yang Engkau ridhai

Aksi-Reaksi "Bagian Pertama"

Semua pertanyaan pasti ada jawab. Sama halnya seperti sebab yang diikuti dengan akibat. Itulah hidup. Seperti pula sehat dan sakit yang berpasangan. Takkan mungkin ada sehat tanpa sakit sebelumnya. Takkan mungkin juga ada suka tanpa duka yang melengkapinya. 

Sebab ini berasal dari akibat. Entah apa memang terlalu percaya akan adanya hukum aksi-reaksi sehingga kadang kita tak perlu khawatir akan adanya sesuatu hal dalam hidup. Percaya saja, semuanya sudah ada yang mengatur. Percaya saja kita hanya mengikuti alur. Tinggal memperbaiki diri sebagaimana Allah telah berjanji "Orang yang baik untuk orang yang baik, begitupula orang yang buruk untuk orang yang buruk."

Ketika ada kondisi dimana orang yang baik mendapatkan orang yang buruk, percaya saja, Allahlah yang maha penentu skenario. Bisa saja kehadiran kita akan membawa kebaikan padanya. Tak perlulah kita mengkhawatirkan karena memang segala ketentuanNya telah digariskan.


Sebagaimana aksi-reaksi ini diciptakan. Bukankah akan terasa lebih memuaskan jika kita mengalami dan lebih merasakan?


_Khalifa Rafa Azzahra_
*Duhai yang Maha Tahu, Ampuni jikalau diri ini tak bisa menjaga apa yang Engkau amanahkan kepadaku
Ampuni jikalau diri ini kurang dapat menjaga segala indera yang Engkau titipkan kepadaku
Kadang tindakan dzalim selalu menjadi sebab dari timbulnya beberapa akibat
Mungkin karena aku terlampau angkuh, tidak memperhatikan apa yang seharusnya menjadi perhatian
Bagaimana aku dapat memperhatikan orang lain, sedang memperhatikan diri saja hanya ada kata 'mungkin'
Ampuni aku ya Allah...atas segala kedzaliman yang aku perbuat
Pantaslah jika 'Sakit itu adalah sarana pengguguran dosa yang melekat'
Faghfirlii ya Rabbi.....